UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1999
TENTANG
PERIMBANGAN
KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
- bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai
masyarakat adil, makmur, dan merata,
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945;
- bahwa pembangunan
daerah sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional dilaksanakan melalui
otonomi daerah dan pengaturan sumber daya
nasional, yang memberi kesempatan bagi
peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang
berdaya guna dan berhasil guna dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan
masyarakat, dan pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju
masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi,
dan nepotisme, untuk itu diperlukan
keikutsertaan masyarakat, keterbukaan, dan
pertanggungjawaban kepad masyarakat;
- bahwa untuk
mendukung penyelenggaraan otonomi daerah
melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan
berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
berupa sistem keuangan yang diatur
berdasarkan pembagian-kewenangan, tugas, dan
tanggung jawab yang jelas antar tingkat
pemerintahan;
- bahwa
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Negara Dengan
Daerah-daerah yang Berhak Mengurus Rumah
Tangganya Sendiri, sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan serta adanya
kebutuhan dan aspirasi masyarakat dalam
mendukung otonomi daerah maka perlu
ditetapkan Undang-undang yang mengatur
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
Mengingat :
- Pasal 1 ayat (1),
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, dan Pasal 20 ayat
(1), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 33
Undang-undang Dasar 1945;
- Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
Berkeadilan, Serta Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
- Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
Dengan
Persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG
TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH
PUSAT DAN DAERAH
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini
yang dimaksud dengan :
- Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu
sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka
negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta
pemerataan antar-Daerah secara proporsional,
demokratis, adil, dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan
Daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian
kewenangan serta tata cara penyelenggaraan
kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan
pengawasan keuangannya;
- Pemerintah Pusat
adalah Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
- Pemerintah Daerah
adalah Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
- Otonomi Daerah adalah
Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
- Daerah Otonom, yang
selanjutnya disebut Daerah, adalah Daerah Otonom
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
- Kepala Daerah adalah
Gubernur bagi Daerah Propinsi bagi Daerah
Kabupaten atau Walikota bagi Daerah Kota
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
- Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD,
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah;
- Desentralisasi adalah
Desentralisasi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
- Dekonsentrasi adalah
Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
- Tugas Pembantuan
adalah Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
- Sekretariat Bidang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah
salah satu Sekretariat dalam Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
- Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat
APBN, adalah suatu rencana keuangan tahunan
negara yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
- Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat
APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan
Daerah yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
- Dana Perimbangan
adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanan
Desentralisasi;
- Pinjaman Daerah
adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah
menerima dari pihak lain sejumlah uang atau
manfaat bernilai uang sehingga Daerah tersebut
dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak
termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi
dalam perdagangan;
- Anggaran
Dekonsentrasi adalah pelaksanaan APBN di Daerah
Propinsi, yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan
Dekonsentrasi;
- Anggaran Tugas
Pembantuan adalah pelaksanaan APBN di Daerah dan
Desa, yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan Tugas
Pembantuan;
- Dana Alokasi Umum
adalah dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada Daerah untuk membantu
membiayai kebutuhan tertentu;
- Dana Alokasi Khusus
adalah dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada Daerah untuk membantu
kebutuhan tertentu;
- Dokumen Daerah adalah
semua dokumen yang diterbitkan Pemerintah Daerah
yang bersifat terbuka dan ditempatkan dalam
Lembaran Daerah.
BAB II
DASAR-DASAR
PEMBIAYAAN DAERAH
PEMERINTAH DAERAH
Pasal 2
- Penyelenggaraan tugas
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi
dibiayai atas beban APBD.
- Penyelenggaraan tugas
Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat
Daerah Propinsi dalam rangka pelaksanaan
Dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN.
- Penyelenggaraan tugas
Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat
Daerah dan Desa dalam rangka Tugas Pembantuan
dibiayai atas beban APBN.
- Penyerahan dan
pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada
Gubernur atau penyerahan kewenangan atau
penugasan Pemerintah Pusat kepada Bupati/Walikota
diikuti dengan pembiayaannya
BAB III
SUMBER-SUMBER
PENERIMAAN
PELAKSANAAN DESENTRALISASI
Bagian
Pertama
Sumber-sumber
Penerimaan Daerah
Pasal 3
Sumber-sumber penerimaan
Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi adalah :
- Pendapatan Asli
Daerah;
- Dana Perimbangan;
- Pinjaman Daerah;
- Lain-lain Penerimaan
yang sah;
Bagian
Kedua
Sumber
Pendapatan Asli Daerah
Pasal 4
Sumber Pendapatan Asli
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri
dari :
- Hasil pajak Daerah;
- Hasil Retribusi
Daerah;
- Hasil perusahaan
milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
Daerah lainnya yang dipisahkan;
- Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang sah.
Pasal 5
- Ketentuan mengenai
pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dan huruf b diatur
dengan Undang-undang.
- Ketentuan mengenai
perusahaan milik Daerah dan pengelolaan kekayaan
Daerah lainnya yang dipisahkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf c diatur dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian
Ketiga
Dana
Perimbangan
Pasal 6
- Dana Perimbangan
terdiri dari :
- Bagian Daerah
dari penerimaan Pajak dan Bangunan, Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dan penerimaan dari sumber daya alam;
- Dana Alokasi
Umum;
- Dana Alokasi
Khusus;
- Penerimaan Negara
dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan
imbangan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah
Pusat dan 90% (sembilan puluh persen) untuk
Daerah.
- Penerimaan Daerah
dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
dibagi dengan imbangan 20 % (dua puluh persen)
untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh
persen) untuk Daerah.
- 10% (sepuluh persen)
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan 20% (dua
puluh persen) penerimaan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) dibagikan kepada seluruh
Kabupaten dan Kota.
- Penerimaan Negara
dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor
pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi
dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk
Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh persen)
untuk Daerah.
- Penerimaan Negara
dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak
dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah
yang bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai
berikut :
- Penerimaan
Negara dari pertambangan minyak bumi yang
berasal dari wilayah Daerah setelah
dikurangi komponen pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dibagi dengan
imbangan 85% (delapan puluh lima persen)
untuk Pemerintah Pusat dan 15% (lima
belas persen) untuk Daerah.
- Penerimaan
Negara dari pertambangan gas alam yang
berasal dari wilayah Daerah setelah
dikurangi komponen pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dibagi dengan
imbangan 70% (tujuh puluh persen) untuk
Pemerintah Pusat dan 30% (tiga puluh
persen) untuk Daerah.
Pasal 7
- Dana Alokasi Umum
ditetapkan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima
persen) dari Penerimaan Dalam Negeri yang
ditetapkan dalam APBN.
- Dana Alokasi Umum
untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah
Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10%
(sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen)
dari Dana Alokasi Umum sebagaimana yang
ditetapkan pada ayat (1).
- Dalam hal terjadi
perubahan kewenangan di antara Daerah Propinsi
dan Daerah Kabupaten/Kota, persentase Dana
Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disesuaikan dengan perubahan tersebut.
- Dana Alokasi Umum
untuk suatu Daerah Propinsi tertentu ditetapkan
berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum
untuk seluruh Daerah Propinsi yang ditetapkan
dalam APBN, dengan porsi Daerah Propinsi yang
bersangkutan.
- Porsi Daerah Propinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan
proporsi bobot Daerah Propinsi yang bersangkutan
terhadap jumlah bobot semua Daerah Propinsi di
seluruh Indonesia.
- Dana Alokasi Umum
untuk suatu Daerah Kabupaten/Kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana
Alokasi Umum untuk seluruh Daerah Kabupaten/Kota
yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
- Porsi Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
merupakan proporsi bobot Daerah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan terhadap jumlah bobot semua
Daerah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
- Bobot Daerah
ditetapkan berdasarkan :
- kebutuhan
wilayah otonomi Daerah ;
- potensi
ekonomi Daerah;
- Penghitungan dana
alokasi umum berdasarkan rumus sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), ayat (5) ayat (6), ayat
(7) dan ayat (8) dilakukan oleh Sekretariat
Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah.
Pasal 8
- Dana Alokasi Khusus
dapat dialokasikan dari APBN kepada Daerah
tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan
khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana
dalam APBN.
- Kebutuhan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
- kebutuhan
yang tidak dapat diperkirakan dengan
menggunakan rumus alokasi umum; dan/atau
- kebutuhan
yang merupakan komitmen atau prioritas
nasional;
- Dana Alokasi Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk yang
berasal dari dana reboisasi.
- Dana reboisasi dibagi
dengan imbangan :
- 40% (empat
puluh persen) dibagikan kepada Daerah
penghasil sebagai Dana Alokasi Khusus;
- 60% (enam
puluh persen) untuk Pemerintah Pusat;
- Kecuali dalam rangka
reboisasi, Daerah yang mendapat pembiayaan
kebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menyediakan dana pendamping dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
kemampuan Daerah yang bersangkutan.
Pasal 9
Besarnya jumlah Dana
Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut
tentang tata cara penghitungan dan penyaluran atas bagian
Daerah dari penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6), dan rumus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4), ayat (5), ayat (6), ayat (7) dan ayat (8), serta
Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Keempat
Pinjaman
Daerah
Pasal 11
- Daerah dapat
melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk
membiayai sebagian anggarannya.
- Daerah melakukan
pinjaman dari sumber luar negeri melalui
Pemerintah Pusat.
- Daerah dapat
melakukan pinjaman jangka panjang guna membiayai
pembangunan prasarana yang merupakan aset Daerah
dan dapat menghasilkan penerimaan untuk
pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan
manfaat bagi pelayanan masyarakat.
- Daerah dapat
melakukan pinjaman jangka pendek guna pengaturan
arus kas dalam rangka pengelolaan kas Daerah.
Pasal 12
- Pinjaman Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan
dengan persetujuan DPRD.
- Pinjaman Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan kemampuan Daerah untuk
memenuhi kewajibannya.
- Agar setiap orang
dapat mengetahuinya, setiap perjanjian pinjaman
yang dilakukan oleh Daerah diumumkan dalam
Lembaran Daerah.
Pasal 13
- Daerah dilarang
melakukan Pinjaman Daerah yang menyebabkan
terlampauinya batas jumlah Pinjaman Daerah yang
ditetapkan.
- Daerah dilarang
melakukan perjanjian yang bersifat penjaminan
sehingga mengakibatkan beban atas keuangan
Daerah.
- Pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dikenakan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 14
- Semua pembayaran yang
menjadi kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah
merupakan salah satu prioritas dalam pengeluaran
APBD.
- Dalam hal Daerah
tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas Pinjaman
Daerah dari Pemerintah Pusat, maka Pemerintah
Pusat dapat memperhitungkan kewajiban tersebut
dengan Dana Alokasi Umum kepada Daerah.
Pasal 15
Pelaksanaan Pinjaman
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13, dan Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kelima
Dana
Darurat
Pasal 16
- Untuk keperluan
mendesak kepada Daerah tertentu diberikan Dana
Darurat yang berasal dari APBN.
- Prosedur dan tata
cara penyaluran Dana Darurat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku bagi APBN.
BAB IV
PENGELOLAAN
DAN PERTANGGUNGJAWABAN
KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN
DEKONSENTRASI
Pasal 17
- Pembiayaan dalam
rangka pelaksanan Dekonsentrasi disalurkan kepada
Gubernur melalui Departemen/Lembaga Pemerintah
Non Departemen yang bersangkutan.
- Pertanggungjawaban
atas pembiayaan pelaksanaan Dekonsentrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
oleh Gubernur kepada Pemerintah Pusat melalui
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
bersangkutan.
- Administrasi keuangan
dalam pembiayaan pelaksanaan Dekonsentrasi
dilakukan secara terpisah dari administrasi
keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan
Desentralisasi.
- Penerimaan dan
pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi diadministrasikan dalam Anggaran
Dekonsentrasi.
- Dalam hal terdapat
sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap
pengeluaran dana Dekonsentrasi, maka sisa
anggaran lebih tersebut disetor ke Kas Negara.
- Pemeriksaan
pembiayaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi
pemeriksa keuangan Negara.
- Ketentuan lebih
lanjut tentang pembiayaan pelaksanaan
Dekonsentrasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN
DAN PERTANGGUNGJAWABAN
KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN
TUGAS PEMBANTUAN
Pasal 18
- Pembiayaan dalam
rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan disalurkan
kepada Daerah dan Desa melalui Departemen/Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya.
- Pertanggungjawaban
atas pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Daerah dan Desa kepada Pemerintah Pusat melalui
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
menugaskannya.
- Administrasi keuangan
dalam pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembantuan
dilakukan secara terpisah dari administrasi
keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan
Desentralisasi.
- Penerimaan dan
pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan
Tugas Pembantuan diadministrasikan dalam Anggaran
Tugas Pembantuan.
- Dalam hal terdapat
sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap
pengeluaran dana Tugas Pembantuan, maka sisa
anggaran lebih tersebut disetor ke Kas Negara.
- Pemeriksaan
pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
instansi pemeriksa keuangan negara.
- Ketentuan lebih
lanjut tentang pembiayaan pelaksanaan Tugas
Pembantuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PENGELOLAAN
DAN PERTANGGUNGJAWABAN
KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN
DESENTRALISASI
Pasal 19
- Semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD.
- Semua penerimaan dan
pengeluaran Daerah yang tidak berkaitan dengan
pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan
merupakan penerimaan dan pengeluaran dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
- APBD, Perubahan dan
Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
- APBD, Perubahan dan
Perhitungan APBD merupakan Dokumen Daerah.
Pasal 20
- APBD ditetapkan
dengan Peraturan Daerah paling lambat 1 (satu)
bulan setelah APBN ditetapkan.
- Perubahan APBD
ditetapkan dengan Peraturan Daerah
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
berakhir tahun anggaran.
- Perhitungan APBD
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Pasal 21
Anggaran Pengeluaran dalam
APBD tidak boleh melebihi anggaran penerimaan.
Pasal 22
- Daerah dapat
membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan
tertentu.
- Dana cadangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicadangkan
dari sumber penerimaan Daerah.
- Setiap pembentukan
dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
- Semua sumber
penerimaan dana cadangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan semua pengeluaran atas beban
dana cadangan diadministrasikan dalam APBD.
Pasal 23
- Ketentuan tentang
pokok-pokok pengelolaan keuangan Daerah diatur
dengan Peraturan Daerah.
- Sistem dan prosedur
pengelolaan keuangan Daerah diatur dengan
Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian
Kedua
Laporan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
Pasal 24
- Kepala Daerah
menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada
DPRD mengenai
- pengelolaan
keuangan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan
Pasal 22;
- kinerja
keuangan Daerah dari segi efisiensi dan
efektivitas keuangan dalam pelaksanaan
Desentralisasi.
- DPRD dalam sidang
pleno terbuka menerima atau menolak dengan
meminta untuk menyempurnakan laporan
pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
- Laporan
pertanggungjawaban keuangan Daerah merupakan
Dokumen Daerah.
Bagian
Ketiga
Pemeriksaan
Keuangan Daerah
Pasal 25
Pemeriksaan atas
pelaksanaan, pengelolaan dan pertanggung-jawaban keuangan
Daerah dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
Ketentuan tentang
pokok-pokok pengelolaan dan pertanggung-jawaban keuangan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan Pasal 24
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
SISTEM
INFORMASI KEUANGAN DAERAH
Pasal 27
- Pemerintah Pusat
menyelenggarakan suatu sistem informasi keuangan
Daerah.
- Informasi yang dimuat
dalam sistem informasi keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data
terbuka yang dapat diketahui masyarakat.
- Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggaraan sistem informasi
keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 28
- Daerah wajib
menyampaikan informasi yang berkaitan dengan
keuangan Daerah kepada Pemerintah Pusat termasuk
Pinjaman Daerah.
- Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SEKRETARIAT
BIDANG PERIMBANGAN
KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
Pasal 29
- Sekretariat Bidang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah bertugas
mempersiapkan rekomendasi Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah mengenai perimbangan keuangan
Pusat dan Daerah serta hal-hal lain yang
berkaitan dengan pengelolaan keuangan Daerah.
- Ketentuan lebih
lanjut mengenai Sekretariat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB IX
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 30
- Peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan keuangan
Daerah sepanjang tidak bertentangan dan belum
disesuaikan dengan Undang-undang ini masih tetap
berlaku.
- Penyesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah
Undang-undang ini diberlakukan.
Pasal 31
- Dalam APBN dapat
dialokasikan dana untuk langsung membiayai urusan
Desentralisasi selain dari sumber penerimaan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
- Ketentuan pada ayat
(1) hanya berlaku paling lama 2 (dua) tahun
anggaran sejak diundangkannya Undang-undang ini.
- Pembiayaan langsung
dari APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan dari ketentuan Pasal 19 ayat (1).
- Setiap tahun
anggaran, menteri-menteri teknis terkait menyusun
laporan semua proyek dan kegiatan yang diperinci
menurut :
- sektor dan
subsektor untuk belanja pembangunan.
- unit
organisasi departemen/lembaga
pemerintahan non departemen untuk
pengeluaran rutin.
- Proyek dan
kegiatan yang pelaksanaannya dikelola
oleh Pemerintah Pusat, serta proyek dan
kegiatan yang pelaksanaannya dikelola
oleh Daerah untuk semua belanja.
- Laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada DPR.
BAB X
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 32
Dengan berlakunya
Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956
tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dan
Daerah-daerah, Yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya
Sendiri (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1442) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Undang-undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Mei 1999
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDIN
JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Mei 1999
MENTERI
NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PROF. DR.
MULADI, S.H.
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 60
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar